Seputarkita.id — Menjadi seseorang yang akan membeli atau mengembangkan properti, kamu pasti pernah bertanya-tanya, sertifikat hak guna bangunan adalah dokumen apa dan sejauh mana tingkat keamanannya?
Banyak orang yang akhirnya bingung antara sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dengan sertifikat hak milik (SHM), apalagi saat mendengar pertanyaan shgb apakah aman? Pada artikel ini, kita akan membahas secara mendalam segala hal terkait SHGB, mulai dari pengertian hukum hingga tips memastikan bahwa SHGB yang kamu miliki benar-benar aman.
{getToc} $expanded={true}
Pengertian Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Berikut ini adalah introduksi sebelum membahas detail mengenai sertifikat hak guna bangunan adalah apa:
SHGB merupakan salah satu jenis hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Sertifikat hak guna bangunan adalah bukti hukum yang memberikan hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan milik sendiri untuk jangka waktu tertentu.
Dengan memiliki SHGB, Anda tidak hanya memperoleh kepastian hak, tetapi juga perlindungan hukum jika terjadi sengketa. Selain itu, SHGB juga dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Landasan Hukum dan Prinsip Dasar
Sebelum menyelami lebih jauh, mari lihat secara mendetail landasan hukum yang menjadi dasar sertifikat hak guna bangunan adalah berikut:
SHGB diatur dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Menurut ketentuan tersebut, SHGB memberikan hak bagi pemegangnya untuk mendirikan bangunan di atas tanah negara atau tanah yang sudah ada perolehan haknya.
Dengan demikian, SHGB bukan hak milik atas tanah, tetapi hak untuk memanfaatkan tanah untuk tujuan membangun.
Beberapa prinsip dasar SHGB meliputi:
- Jangka Waktu Terbatas: SHGB biasanya diberikan untuk jangka waktu 20 tahun, dan dapat diperpanjang.
- Objek Tanah: Tanah yang menjadi objek SHGB biasanya merupakan tanah negara atau tanah hak pakai, bukan tanah pribadi.
- Hak Bangunan: Yang diperoleh adalah hak atas bangunan, bukan hak kepemilikan tanah.
Dengan memahami poin-poin ini, Anda mendapatkan gambaran awal mengapa shgb apakah aman bagi kepentingan investasi atau kepemilikan properti.
Prosedur Mendapatkan SHGB
Mengurus sertifikat hak guna bangunan adalah proses yang memerlukan ketelitian, terutama dalam menyiapkan dokumen pendukung. Kamu perlu menyiapkan surat permohonan, bukti status tanah, dan dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Jika proses ini dilakukan dengan benar, maka sertifikat yang diterbitkan akan sah dan dapat digunakan sebagai agunan untuk mendapatkan pinjaman.
Berikut tahapan umum pengurusan SHGB:
Penelitian Status Tanah: Pastikan tanah yang akan diajukan SHGB tidak sedang dalam sengketa dan memiliki status jelas.
Pembuatan Surat Permohonan: Mengajukan permohonan sertifikat ke kantor BPN dengan melampirkan dokumen seperti SPPT, PBB, dan surat perjanjian sewa tanah (jika bukan tanah negara).
Pemeriksaan Lapangan: Petugas BPN akan melakukan survei ke lokasi untuk memastikan kondisi fisik dan status hukum.
Penerbitan Sertifikat: Setelah verifikasi selesai dan biaya administrasi terpenuhi, BPN akan menerbitkan sertifikat hak guna bangunan adalah bukti kepemilikan hak atas bangunan.
Dengan memahami prosedur ini, kamu bisa lebih yakin dalam menjawab pertanyaan shgb apakah aman, karena proses penerbitan yang transparan membuat hak kamu terlindungi.
Keunggulan dan Keterbatasan SHGB
Memahami keunggulan dan keterbatasan SHGB sangat penting agar kamu bisa mengoptimalkan manfaatnya. Meskipun SHGB memberikan hak untuk membangun dan memanfaatkan properti, terdapat juga batasan-batasan yang perlu diperhatikan.
Keunggulan SHGB:
- Fleksibilitas Penggunaan: Kamu bisa menggunakan bangunan untuk keperluan rumah tinggal, usaha, atau komersial.
- Jaminan Keamanan Hukum: Dengan SHGB, transaksi jual-beli atau sewa-menyewa menjadi lebih terpercaya karena adanya dokumen resmi.
- Dapat Dijadikan Agunan: Bank biasanya menerima SHGB sebagai jaminan kredit, sehingga memudahkan kamu memperoleh modal.
Keterbatasan SHGB:
- Sifat Jangka Waktu: SHGB memiliki masa berlaku terbatas, umumnya 20 tahun, sehingga kamu perlu mengajukan perpanjangan jika ingin tetap memanfaatkan tanah.
- Tidak Termasuk Kepemilikan Tanah: SHGB hanya memberi hak mendirikan bangunan, bukan kepemilikan tanah. Artinya, jika kontrak berakhir, hak atas bangunan perlu dinegosiasikan ulang.
- Tergantung Persetujuan Pemerintah: Setiap kali kamu mengajukan perpanjangan, keputusan tetap ada di tangan instansi berwenang.
Dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan tersebut, kamu dapat menilai shgb apakah aman untuk tujuanmu.
Risiko dan Tips Menjamin Keamanan SHGB
Sebelum membahas tips praktis, berikut adalah pengantar untuk memahami mengapa shgb apakah aman sering menjadi pertanyaan penting:
Salah satu kekhawatiran terbesar para pemegang SHGB adalah potensi sengketa dan klaim pihak ketiga. Tanpa prosedur yang tepat, kamu bisa saja menghadapi risiko kehilangan hak atau bahkan bangunan. Oleh karena itu, menerapkan langkah-langkah preventif sangat krusial untuk memastikan bahwa sertifikat hak guna bangunan adalah dokumen yang benar-benar valid dan aman.
Beberapa risiko yang perlu diwaspadai antara lain:
- Sengketa Tanah: Perselisihan dengan pemilik tanah asli atau pihak ketiga yang mengklaim hak atas tanah.
- Pemalsuan Dokumen: Beredar sertifikat palsu yang dibuat oknum tidak bertanggung jawab.
- Kadaluwarsa Masa Berlaku: Lupa memperbarui SHGB hingga masa berlaku habis, menyebabkan hak dianggap batal.
Untuk mengurangi risiko tersebut, berikut beberapa tips terbaik:
Lakukan Cek Fisik dan Legalitas
Sebelum transaksi, pastikan kamu melakukan pengecekan menyeluruh di kantor BPN, termasuk memahami pentingnya pengecekan sertifikat tanah sebelum transaksi. Jangan lupa cek catatan balik nama, status, dan riwayat peralihan hak.Gunakan Jasa Notaris atau PPAT
Melibatkan notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bisa membantu memverifikasi keaslian dokumen, sehingga kamu tak perlu ragu lagi shgb apakah aman dari sisi legalitas.Perhatikan Masa Berlaku dan Proses Perpanjangan
Catat tanggal kadaluarsa SHGB dan ajukan perpanjangan setidaknya 12 bulan sebelum masa berakhir. Proses perpanjangan yang lancar memastikan hak kamu tetap terlindungi.Pastikan PBB dan Pajak Terbayar
Tanah dengan SHGB yang akan diperpanjang harus bebas dari tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan. Ini juga menjadi salah satu syarat administrasi di BPN.Dokumentasikan Semua Transaksi
Simpan salinan akta jual-beli, kuitansi pembayaran, dan bukti introsep lainnya untuk memudahkan proses klaim atau banding jika terjadi masalah.
Dengan menerapkan tips di atas, kamu semakin mantap menjawab pertanyaan shgb apakah aman.
Perbandingan SHGB dengan Jenis Sertifikat Lainnya
Sebelum memutuskan, kamu perlu tahu perbedaan antara sertifikat hak guna bangunan adalah dengan hak lain seperti SHM:
Banyak orang bertanya-tanya, apa bedanya SHGB dengan SHM (Sertifikat Hak Milik)? Perbedaan ini sangat penting untuk menentukan jenis properti yang akan dibeli atau dibangun.
Sertifikat Hak Milik (SHM)
SHM memberikan hak penuh atas tanah tanpa batas waktu kepada pemiliknya. Jika kamu memiliki SHM, artinya kamu memiliki kepemilikan tanah secara absolut, termasuk hak untuk diwariskan. SHM juga lebih mudah dijadikan agunan karena status hukumnya dianggap paling tinggi.
- Masa Berlaku: Seumur hidup.
- Kepemilikan Tanah: Penuh dan tidak terbatas.
- Kepastian Hukum: Tinggi.
Untuk informasi lebih lengkap tentang persyaratan dan cara mengurus SHM, baca arti, syarat, dan cara mengurus SHM.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
SHGB, sebagaimana telah dijelaskan, merupakan hak atas bangunan untuk jangka waktu tertentu pada tanah yang bukan milik sendiri. Artinya, meski kamu membuat bangunan megah sekalipun, tanah yang menjadi dasar bangunan tetap bukan milikmu. Namun, dengan SHGB, kamu tetap mendapat proteksi hukum dalam memanfaatkan bangunan tersebut.
- Masa Berlaku: Umumnya 20 tahun (dapat diperpanjang).
- Kepemilikan Tanah: Tidak termasuk.
- Kepastian Hukum: Tinggi selama prosedur perpanjangan dipenuhi.
Dengan mengetahui perbedaan ini, kamu dapat memahami kenapa shgb apakah aman bergantung pada kebutuhan dan tujuan penggunaan properti.
Poin-Poin Penting Mengenai SHGB
Sebelum menyimpulkan, berikut beberapa poin ringkasan yang perlu kamu perhatikan:
Setiap dokumen hak atas tanah memiliki karakteristik tersendiri yang harus dipahami secara detail. Untuk sertifikat hak guna bangunan adalah pilihan bagi yang ingin membangun di atas tanah bukan milik sendiri, namun ada hal-hal yang perlu diperhatikan agar kamu tetap merasa aman.
- Pengecekan Status Tanah Secara Berkala: Jangan sampai ada sengketa yang muncul setelah transaksi.
- Kepatuhan Pembayaran Pajak: Pastikan PBB dan kewajiban lainnya selalu terbayar tepat waktu.
- Dokumentasi Lengkap: Simpan semua dokumen asli dan salinan untuk antisipasi klaim buruk.
- Perpanjangan Tepat Waktu: Ajukan perpanjangan minimal 1 tahun sebelumnya.
- Konsultasi Profesional: Gunakan jasa PPAT atau notaris untuk memastikan semua proses sesuai aturan.
Dengan memahami poin-poin ini, kamu semakin yakin dalam menjawab shgb apakah aman.
Kesimpulan
Sebagai rangkuman, sertifikat hak guna bangunan adalah dokumen yang memberikan hak untuk membangun di atas tanah milik orang lain untuk jangka waktu tertentu. SHGB memiliki keunggulan seperti fleksibilitas penggunaan dan jaminan keamanan hukum, namun juga memiliki keterbatasan, seperti batas waktu berlaku dan tidak mencakup kepemilikan tanah.
Untuk memastikan shgb apakah aman, lakukan langkah-langkah cek legalitas, libatkan notaris, perhatikan masa berlaku, bayar pajak, dan dokumentasikan setiap transaksi.
Apakah kamu sudah siap memanfaatkan SHGB untuk rencana properti kamu? Jika ada pertanyaan lebih lanjut, silakan tinggalkan komentar di bawah atau bagikan pengalamanmu menggunakan SHGB.
Pertanyaan Yang Sering Diajukan
1. Bagaimana biaya pengurusan SHGB dan faktor apa saja yang memengaruhinya?
Biaya pengurusan SHGB mencakup beberapa komponen, antara lain:
- BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan): Dihitung berdasarkan persentase nilai jual objek pajak (NJOP). Besaran tarif biasanya sekitar 5% dari NJOP, namun dapat berbeda di tiap daerah.
- Biaya Balik Nama dan Pendaftaran: Meliputi biaya administrasi di kantor BPN untuk pengukuran, penerbitan surat ukur, dan pembuatan sertifikat baru. Tarifnya bergantung pada luas dan lokasi tanah, tetapi kisarannya antara Rp500.000–Rp2.000.000 per bidang.
- Jasa Notaris/PPAT: Jasa profesional untuk penyusunan akta jual-beli dan pengecekan kelengkapan dokumen. Biasanya tarif notaris berkisar 0,5%–1% dari nilai transaksi, tetapi bisa dinegosiasikan sesuai kompleksitas.
- Pajak dan Retribusi Daerah: Beberapa daerah menetapkan biaya retribusi tambahan, seperti biaya pengukuran, biaya penggandaan dokumen, dan retribusi penerbitan sertifikat. Besaran ini berbeda-beda di tiap kabupaten/kota.
Faktor yang memengaruhi total biaya antara lain:
1. Luas dan lokasi tanah: Semakin luas dan berada di kawasan strategis, maka NJOP dan biaya pendaftaran cenderung lebih tinggi.
2. Status tanah: Jika tanah bermasalah (sengketa atau belum sertifikat lengkap), biaya tambahan untuk mediasi atau normalisasi dokumen bisa muncul.
3. Kompleksitas transaksi: Transaksi antar-pihak keluarga atau warisan biasanya lebih murah karena potongan BPHTB, sedangkan transaksi komersial penuh akan membayar tarif normal.
2. Apakah SHGB bisa dijual kembali dan bagaimana mekanisme peralihan haknya?
Ya, SHGB dapat diperjualbelikan selama masa berlakunya masih aktif. Mekanisme peralihan hak SHGB secara umum:
1. Pengecekan Dokumen: Penjual dan pembeli bersama-sama mengecek keaslian sertifikat SHGB di kantor BPN, memastikan tidak ada beban hukum atau tunggakan pajak.2. Pembuatan Akta Jual-Beli: Dilakukan oleh PPAT/notaris, di mana penjual menyerahkan dokumen SHGB asli dan bukti kepemilikan lainnya. Notaris membuat akta jual-beli yang menyatakan hak atas bangunan berpindah ke pembeli.
3. Pendaftaran Peralihan Hak: Notaris menyerahkan berkas pendaftaran peralihan SHGB ke kantor BPN dengan melampirkan akta jual-beli, bukti pelunasan BPHTB, dan dokumen pendukung lain.
4. Penerbitan Sertifikat Baru: Setelah verifikasi, BPN menerbitkan SHGB atas nama pembeli. Sertifikat lama dibatalkan dan digantikan sertifikat baru.
Perhatikan bahwa semakin jauh sisa masa berlaku SHGB, semakin rendah daya tawar harga jualnya. Jika sisa masa tinggal kurang dari 10 tahun, biasanya bank juga enggan menjadikan SHGB sebagai agunan, kecuali calon pembeli berani melunasi perpanjangan terlebih dahulu.
3. Apa perbedaan hak pakai (HP) dan hak guna bangunan (HGB)?
Meskipun sering tertukar, HP dan HGB memiliki perbedaan mendasar:
- Objek Tanah:
- HP (Hak Pakai): Hak untuk menggunakan tanah yang bisa berupa tanah milik negara maupun tanah Hak Guna Usaha (HGU), tanah Hak Guna Bangunan (HGB), atau tanah Hak Pakai Lainnya. Pemegang HP tidak selalu boleh mendirikan bangunan komersial; seringkali hanya untuk keperluan instansi atau individu.
- HGB (Hak Guna Bangunan): Hak khusus yang memberikan wewenang untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah negara atau tanah yang sudah berstatus hak lain (misalnya tanah HGB induk). Fokusnya adalah pada aktivitas pembangunan, bukan sekadar penggunaan lahan.
- Masa Berlaku:
- HP: Awalnya bisa diberikan hingga 20 tahun, kemudian diperpanjang hingga 35 tahun, tergantung jenis pemakai (perorangan atau badan hukum).
- HGB: Umumnya 20 tahun untuk badan hukum, 30 tahun untuk perorangan, dan dapat diperpanjang lagi untuk jangka waktu yang sama atau berbeda, tergantung kebijakan BPN.
- Tujuan Penggunaan:
- HP: Bisa untuk perkantoran, pertanian, perindustrian, atau keperluan tertentu yang sudah ditetapkan. Bukan fokus utama untuk mendirikan bangunan komersial besar.
- HGB: Ditujukan untuk mendorong pembangunan bangunan, seperti perumahan, ruko, apartemen, atau gedung komersial lainnya.
- Konversi Hak:
- HP: Pemegang HP dapat mengajukan permohonan konversi ke HGB atau hak lain setelah memenuhi syarat tertentu.
- HGB: Pemegang HGB tidak dapat langsung mengubah menjadi SHM; perlu proses khusus dengan ketentuan dan persyaratan lebih ketat.
Karena perbedaan tersebut, pemilihan antara HP dan HGB bergantung pada tujuan penggunaan lahan—apakah hanya untuk kantor dan fasilitas, atau untuk membangun properti komersial jangka panjang.
4. Bagaimana mekanisme perpanjangan SHGB dan dokumen apa saja yang dibutuhkan?
Proses perpanjangan SHGB sebaiknya diajukan minimal 12 bulan sebelum masa berakhir. Secara umum, dokumen yang dibutuhkan meliputi:
1. Sertifikat SHGB Asli: Sebagai bukti masa berlaku dan riwayat kepemilikan.
2. Surat Permohonan Perpanjangan: Ditujukan ke Kepala Kantor BPN setempat, berisi identitas pemohon, lokasi tanah, dan alasan perpanjangan.
3. Bukti Pelunasan PBB dan Pajak Lainnya: Bukti tidak ada tunggakan pajak pada objek tanah dan bangunan.
4. Surat Pernyataan Tidak Sengketa: Pernyataan resmi dari pemohon bahwa tanah/bangunan bebas dari sengketa hukum.
5. Surat Persetujuan Pemegang Hak Atas Tanah Induk (jika tanah induk bersertifikat SHM atau HGB): Jika tanah tempat berdiri bangunan merupakan tanah hak yang dimiliki pihak lain, diperlukan persetujuan tertulis.
Setelah dokumen lengkap, BPN akan melakukan:
- Verifikasi Administrasi: Pemeriksaan dokumen di kantor.
- Pemeriksaan Lapangan: Petugas BPN memeriksa batas-batas fisik dan kondisi faktual sesuai data peta.
- Pembayaran Retribusi dan Penerbitan SK Perpanjangan: Setelah semua terpenuhi, BPN menerbitkan Surat Keputusan perpanjangan HGB dan sertifikat baru dengan masa berlaku tambahan.
Dengan mempersiapkan lebih awal dan memastikan semua syarat terpenuhi, proses perpanjangan SHGB dapat berjalan lancar tanpa kendala.
5. Bagaimana perlakuan pajak saat menjual properti yang berstatus SHGB?
Penjualan properti berstatus SHGB tetap dikenakan pajak berikut:
- BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan): Dibebankan kepada pembeli sebesar tarif yang berlaku (~5% NJOP daerah setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak/ NPOP TKP). Namun, dalam praktik, penjual dan pembeli dapat bernegosiasi mengenai siapa yang menanggung biaya ini.
- Pajak Penghasilan (PPh) Final: Penjual wajib membayar PPh Final sebesar 2,5% dari nilai transaksi (HPP sebesar Normalisasi NJOP atau harga jual jika lebih tinggi). Jika penjual adalah individu, PPh Final ini dikenakan atas penghasilan dari penjualan properti.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Jika penjual adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan usaha properti (developer), properti dengan SHGB bisa dikenakan PPN 10% berdasarkan nilai penjualan, sesuai ketentuan PPN atas barang kena pajak dan jasa kena pajak (BMJ/ JKP).
Sebagai tips:
1. Pastikan semua pajak terbayar sebelum proses balikin SHGB, agar tidak ada hambatan administrasi.
2. Hitung potensi pajak dengan seksama agar tidak terjadi selisih besar antara ekspektasi harga jual dan nilai bersih yang diterima penjual.
3. Konsultasikan dengan konsultan pajak atau notaris agar perhitungan tepat dan sesuai ketentuan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak terbaru.