Seputarkita.id — Anda mungkin sering mendengar istilah SHM dan SHGB ketika membahas kepemilikan properti di Indonesia. Kedua istilah ini memegang peranan krusial dalam legalitas tanah dan bangunan.
Pada artikel ini, Anda akan mendapatkan pemahaman mendalam tentang Perbedaan SHM dan SHGB, mengapa ketidaktahuannya dapat berdampak pada investasi Anda, dan bagaimana memilih yang sesuai dengan kebutuhan.
{getToc} $expanded={true}
Apa itu SHM dan SHGB?
Status Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah dua varian sertifikat tanah yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia. Masing-masing memiliki karakteristik, batasan, dan implikasi hukum yang berbeda. Memahami Perbedaan SHM dan SHGB adalah langkah pertama agar Anda dapat membuat keputusan tepat ketika membeli atau mengelola properti.
Definisi Sertifikat Hak Milik (SHM)
Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah bentuk hak tanah paling kuat yang diakui di Indonesia. Ketika Anda memegang SHM:
- Anda memiliki kepemilikan penuh atas tanah tanpa batas waktu.
- Hak ini tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain kecuali melalui jual beli, hibah, ataupun warisan sesuai ketentuan hukum.
- Penggunaan tanah dapat disesuaikan dengan keinginan Anda, selama tidak bertentangan dengan peraturan daerah atau nasional.
- Kepastian hukum sangat tinggi karena kedudukan SHM berada di atas semua jenis hak lain.
Definisi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah negara atau tanah dengan hak lain. Pada hak ini:
- Anda hanya memegang hak atas bangunan, bukan tanahnya.
- Periode hak dibatasi, umumnya 30 tahun, dengan opsi perpanjangan hingga 20 atau 30 tahun lagi.
- Tanah tetap menjadi milik negara atau pemegang hak lain (misalnya hak milik bersama), sehingga ada kewajiban administratif dan biaya yang terkait.
- SHGB cocok untuk penggunaan komersial atau investasi jangka menengah.
Perbedaan Utama SHM dan SHGB
Sebelum Anda memutuskan properti mana yang akan dibeli, penting untuk memahami perbedaan mendasar antara SHM dan SHGB. Berikut gambaran ringkasnya:
Aspek | SHM | SHGB |
---|---|---|
Kepemilikan | Tanah dan bangunan milik penuh Anda | Hanya bangunan; tanah milik negara |
Jangka Waktu | Seumur hidup, tanpa batas waktu | Terbatas; umumnya 30 tahun |
Daya Guna | Fleksibel; bisa diperluas atau diwariskan | Terbatas pada tujuan awal perolehan |
Nilai Investasi | Cenderung lebih tinggi dan stabil | Bisa berfluktuasi sesuai izin dan pasar |
Proses Perpanjangan | Tidak berlaku | Ada proses dan biaya tambahan |
Cara Mengubah SHGB Menjadi SHM
Sebelum Anda memutuskan untuk melakukan konversi hak, penting memahami bahwa proses ini melibatkan sejumlah tahap legal dan administratif. Pada dasarnya, mengubah SHGB menjadi SHM berarti Anda akan mengajukan permohonan penghapusan hak lama dan pendaftaran hak baru ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Proses ini memerlukan bukti kepemilikan yang sah, pemenuhan persyaratan teknis, serta persetujuan dari pihak terkait. Berikut langkah-langkah rinci yang harus Anda ikuti:
- Pengumpulan Dokumen: Salinan sertifikat SHGB, bukti pembayaran PBB, IMB, dan identitas pemohon.
- Pengukuran Ulang dan Peta Bidang: Dilakukan oleh petugas BPN untuk memastikan kesesuaian batas tanah.
- Permohonan ke BPN: Mengisi formulir permohonan perubahan hak serta melampirkan dokumen pendukung.
- Pemeriksaan Berkas dan Verifikasi Lapangan: Petugas memeriksa kelengkapan berkas dan melakukan pengecekan ke lokasi.
- Penerbitan Hak Milik: Setelah semua persyaratan terpenuhi, BPN menerbitkan sertifikat SHM atas nama Anda.
Biaya Perubahan SHGB ke SHM secara rinci
Mengonversi SHGB menjadi SHM melibatkan beberapa jenis biaya yang harus dipersiapkan. Biaya ini dapat bervariasi tergantung lokasi, luas tanah, dan kebijakan daerah. Berikut rincian biaya umum yang perlu Anda pertimbangkan:
Jenis Biaya | Keterangan |
BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) | 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) |
Biaya Pengukuran dan Pemetaan | Tarif ditentukan oleh BPN, umumnya per meter persegi |
Biaya Administrasi BPN | Biaya pengurusan berkas, penerbitan sertifikat, dan legalisasi |
PPh (Pajak Penghasilan) | 2.5% dari NPOP untuk penjual |
Ilustrasi Biaya untuk Contoh Kasus
Misalkan Anda ingin mengonversi SHGB dengan data sebagai berikut:
- Luas tanah: 200 m²
- Nilai Pasar per m²: Rp3.000.000
- NPOPTKP daerah: Rp80.000.000
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) = 200 m² × Rp3.000.000 = Rp600.000.000
Jenis Biaya | Perhitungan | Estimasi Biaya |
BPHTB | 5% × (NPOP - NPOPTKP) = 5% × (Rp600.000.000 - Rp80.000.000) | Rp26.000.000 |
Biaya Pengukuran dan Pemetaan | 200 m² × Rp10.000/m² (tarif contoh) | Rp2.000.000 |
Biaya Administrasi BPN | Biaya tetap rata-rata per sertifikat (contoh) | Rp750.000 |
PPh Penjual | 2.5% × NPOP = 2.5% × Rp600.000.000 | Rp15.000.000 |
Biaya Notaris/PPAT | Jasa akta balik nama (contoh) | Rp3.000.000 |
Total estimasi biaya ≈ Rp46.750.000
Angka di atas hanya ilustrasi. Untuk angka pasti, konsultasikan dengan kantor BPN dan PPAT setempat sesuai daerah Anda.
Pastikan untuk memeriksa tarif terbaru di kantor BPN setempat dan berkonsultasi dengan PPAT untuk mendapatkan estimasi biaya yang akurat.
Kesimpulan
Setelah mempelajari Perbedaan SHM dan SHGB, kini Anda memiliki landasan kuat untuk memilih jenis sertifikat yang tepat bagi properti impian Anda. Apakah Anda akan memilih kepemilikan penuh dengan SHM atau hak terbatas namun fleksibel dengan SHGB? Bagikan pengalaman Anda di kolom komentar dan jangan ragu bertanya jika ada hal yang masih membingungkan. Selamat merencanakan investasi properti Anda!
Pertanyaan Yang Sering Diajukan
1. Apa syarat utama untuk mengubah SHGB menjadi SHM?
Anda perlu menyiapkan sertifikat SHGB asli, bukti pembayaran PBB, IMB, dokumen identitas pemohon, dan peta bidang hasil pengukuran ulang oleh BPN.
Proses ini juga memerlukan formulir permohonan perubahan hak dan biaya administrasi sesuai ketentuan lokal.
2. Berapa lama proses konversi SHGB ke SHM biasanya memakan waktu?
Rata-rata, proses verifikasi berkas dan pemeriksaan lapangan di BPN memakan waktu 1–3 bulan, tergantung kelengkapan dokumen dan antrean permohonan di kantor BPN setempat.
3. Bagaimana cara menghitung BPHTB dalam konversi SHGB ke SHM?
BPHTB dihitung 5% dari selisih NPOP (Nilai Perolehan Objek Pajak) dan NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Tidak Kena Pajak). Contoh: jika NPOP Rp600.000.000 dan NPOPTKP Rp80.000.000, maka BPHTB = 5% × (Rp600.000.000−Rp80.000.000) = Rp26.000.000.
4. Apakah biaya notaris termasuk dalam estimasi total konversi?
Ya. Biaya Notaris/PPAT untuk akta balik nama umumnya sekitar beberapa juta rupiah, tergantung tarif notaris setempat, dan sudah dimasukkan dalam ilustrasi estimasi biaya total.
5. Bisakah SHGB diperpanjang alih-alih dikonversi menjadi SHM?
Bisa. SHGB dapat diperpanjang 20–30 tahun sekali setelah masa hak berakhir, namun memperpanjang berarti masih terikat hak bangunan tanpa kepemilikan penuh atas tanah.