Kisah Islami, Khalifah Umar bin Khattab

Kisah Islami | Umar bin Khattab

Umar bin Khattab merupakan salah satu sahabat Rasulullah Saw yang menjadi khalifah setelah Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia lahir 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah Saw. Ayahnya bernama Khattab, sedangkan ibunya memiliki nama Khatamah. Umar memiliki tubuh yang tinggi besar, badannya tegap, dengan otot yang menonjol di tangan dan kakinya. Umar juga memiliki jenggot yang lebat, berwajah tampan, serta memiliki warna kulit cokelat kemerah-merahan.

Umar bin Khattab dibesarkan dalam lingkungan Bani Adi. la diberi kunyah (julukan) oleh Rasulullah Saw, sebagai Abu Hafs (bapaknya Hafs) karena anaknya yang paling tua bernama Hafsah. Selain itu, ia juga diberi julukan Al-Faruq Sebelum masuk Islam, Umar dikenal sebagai orang yang sangat keras. la termasuk dalam golongan yang paling ditakuti di negeri Arab.

Sebagaimana orang Arab yang lain, Umar menganut agama nenek moyang yang menyembah berhala Setiap hari, la melakukan hal-hal yang tercela, la masuk Islam pada bulan Dzulhijjah tahun ke enam kenabian, tiga hari sesudah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk ke dalam agama Islam.

A. Pemimpin yang Zuhud

Dalam sejarah Islam, Umar dicatat sebagai orang yang sangat berjasa. la merupakan sosok pemimpin yang memberikan andil besar bagi perkembangan dan kejayaan Islam. la adalah pemimpin yang sangat adil, bijaksana, tegas. disegani, dan selalu mementingkan urusan rakyat. Selain itu, la juga dikenal sebagai pemimpin yang menegakkan Islam dan ketauhidan. la senantiasa merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah, dan memerangi bid'ah. Selain itu, ia merupakan sahabat yang paling paham tentang al-Qur'an dan sunnah setelah Abu Bakar ash. Shiddiq

Tak ada seorang pun yang meragukan kepemimpinan Umar bin Khattab. Pada masa kekhalifahannya, kekuasaan Islam menyebar luas. Sebab, beliau berhasil menaklukkan Persia, Mesir. Syam, Irak, Tripoli bagian Barat, Azerbaijan, Jurjan, Kufah, Kairo, dan Byzantium.

Selain memiliki sifat yang pemberani, Umar bin Khattab juga dikenal sebagai seseorang yang memiliki ilmu luas / cerdas. Ibnu Mas'ud pernah berkata, "Seandainya ilmu Umar bin Khattab diletakkan pada tepi timbangan yang satu dan ilmu seluruh penghuni bumi diletakkan pada tepi timbangan yang lain, niscaya ilmu Umar bin Khattab lebih berat dibandingkan ilmu mereka." Mayoritas sahabat pun berpendapat bahwa Umar bin Khattab menguasai 9 dari 10 ilmu.

Baca Juga : Kisah Islami | Al-Barra' bin Malik

Dengan kecerdasan yang di milikinya, Umar bin Khattab dapat mengeluarkan konsep-konsep yang baru, seperti menghimpun al-Qur'an dalam bentuk mushaf, membentuk baitul maal (kas negara), menetapkan tahun Hijriah sebagai kalender umat Islam,  menyatukan orang-orang yang melakukan shalat sunnah Tarawih dengan satu imam, membentuk lembaga perkantoran, membangun balai pengobatan membangun tempat penginapan memanfaatkan kapal laut untuk perdagangan, menciptakan lembaga peradilan, menetapkan hukuman cambuk bagi peminum khamar (minuman keras) sebanyak 80 kali cambuk, mencetak mata uang dirham, serta audit bagi para pejabat maupun pegawai, dan juga konsep-konsep yang lainnya.

Meskipun terkenal sebagai orang yang berwatak keras dan mempunyai kecerdasan di atas rata-rata, Umar tidak congkak dan sombong. Sebaliknya, ia justru dikenal sebagai pemimpin yang zuhud dan wara'. Sebagai seorang pemimpin, la selalu berusaha mengetahui dan memenuhi kebutuhan rakyat.

Dalam sebuah riwayat, Qatadah berkata, "Pada suatu hari Umar bin Khattab memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang sebagiannya dipenuhi dengan tambalan dari kulit. Padahal waktu itu, ia adalah seorang khalifah. Sambil memikul jagung, ia berjalan mendatangi pasar untuk menjamu orang-orang."

Dalam riwayat yang lain, Abdullah berkata," Umar bin Khattab berkata, 'Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat, maka aku merasa takut dimintal pertanggungjawaban oleh Allah.'"

Umar merupakan sosok pemimpin yang sangat arif, bijaksana, dan adil dalam mengendalikan roda pemerintahan. Umar pun sampai rela keluarganya hidup serba kekurangan demi menjaga kepercayaan dari masyarakat. Bahkan, ia sering terlambat shalat Jum'at hanya menunggu bajunya kering, karena ia hanya mempunyai dua baju.

B. Siapa yang Berusaha Membunuhku?

Hari Rabu, bulan Dzulhijjah, tahun 23 Hijriah, Umar wafat. Beliau ditikam ketika sedang melakukan shalat Subuh berjamaah oleh seorang Majusi, Abu Lu'luah (Al-Fairus dari Persia). Budak milik Al-Mughirah bin Syu'bah ini diduga mendapat perintah dari kalangan Majusi.

Tanggal 4 Dzulhijjah, sebelum matahari terbit Umar pergi menuju masjid untuk menjadi imam shalat Subuh. la memerintahkan kepada seluruh jamaah meluruskan shaf. Setelah selesai memberikan perintah kepada kaum muslimin, ia pun menghadap kiblat untuk melakukan shalat. Namun, ketika hendak melakukan takbiratul ihram, datanglah seorang lelaki di depannya dan menikam perutnya sebanyak lima sampai enam kali. Umar pun kesakitan dan menoleh kepada para sahabat lantas berkata "Kejarlah orang itu! la telah berusaha membunuhku!"

Tusukan yang dilakukan oleh Abu Lu'luah merobek perut Umar Dalam riwayat yang lain menyebutkan bahwa tusukan tersebut memutuskan ususnya sehingga ia tidak bisa berdiri karena rasa sakit. Oleh karenanya, ia menunjuk Abdul Rahman bin Auf untuk menggantikan sebagai imam shalat Subuh. Usai menjalankan shalat, para sahabat menggendong Umar ke rumahnya dalam keadaan pingsan. Sesampai di rumah, ia ciuman malu bertanya, "Siapakah orang yang telah membunuhku?"

Baca Juga : Kisah Islami | Juru Bicara Rasulullah SAW, Tsabit bin Qais

Kabar tentang pembunuhan Umar pun menyebar ke seluruh penjuru kota Madinah. Seluruh penduduk saling bertanya dan ingin mengetahui kronologi kejadian yang sangat mengejutkan itu. Bahkan, para pemuka dari seluruh kabilah di negeri Arab berkumpul di depan rumah untuk melihat kondisinya.

Dalam sebuah riwayat, Abdullah ibnu Abbas mengungkapkan, "Aku masih berada di tempat Umar dan ia belum sadarkan diri hingga matahari terbit. Setelah siuman, sambil berbaring ia bertanya. 'Apakah orang-orang sudah shalat?' Aku menjawab, 'Sudah.'"

Setelah itu, Umar memerintahkan Abdullah untuk mencari tahu orang yang telah berusaha membunuhnya. Abdullah mencari informasi dan menemui para pemuka kabilah Arab. Lantas ia kemudian bertanya, "Saudara-saudaraku, Amirul mukminin ingin tahu apakah peristiwa yang terjadi di pagi hari tadi merupakan ulah dari salah seorang dari kalian?"

Mendengar pertanyaan Abdullah, wajah para pemuka kabilah Arab menjadi masam, mereka berkata, "Semoga Allah melindungi kami, kami tidak tahu. Mana mungkin itu akan terjadi, Jika kami tahu, pasti kami bersedia menebusnya dengan nyawa kami atau anak-anak kami."

Abdullah bertanya lagi, "Lalu siapa yang menikam Amirul mukminin?"

Mereka menjawab, "la ditikam oleh musuh Allah. Abu Luluah budak Mughirah bin Syu'bah."

Abdullah pun menyampaikan kabar orang yang telah menikam Umar. Umar kemudian berkata, "Alhamdulillah, aku tidak dibunuh oleh seorang muslim. Tidak mungkin orang Arab akan membunuhku." Kemudian, Umar pun menangis lalu berkata, "Demi Allah, jika aku dapat meninggalkan dunia ini tanpa ada perkara yang memberatkanku dan tak ada apa-apa untukku, maka aku akan bahagia."

Abdullah pun menjawab dengan berkata, "Ya Amirul Mukminin, Rasulullah Saw meninggalkan dunia ini dan beliau merasa bahagia denganmu. Tidak ada dua orang muslim yang berselisih berkenaan dengan kekhalifahanmu. Setiap orang bahagia."

Umar lantas berkata lagi, "Aku tahu itu, tapi kekhalifahan ini membuatku khawatir. Wahai Abdullah, dudukkan aku." Setelah didudukkan, Umar memegang bahu Abdullah dan berkata, "Wahai Abdullah, maukah kau bersaksi untukku di hari kiamat?"

Abdullah lalu menjawab, "Aku akan bersaksi untukmu di hari kiamat."

Umar berbaring di pangkuan putranya, Abdullah bin Umar. la berkata kepadanya, "Tempatkan pipiku di lantai." Sembari mengecup kening dan menempatkan pipi Umar di lantai Abdullah bin Umar bertanya, "Kenapa ayah?" 

Umar berkata, "Jika aku ditakdirkan berada di surga, maka bantal surga lebih lembut daripada pahamu. Dan, jika aku ditakdirkan masuk neraka, maka kau tidak menginginkan seorang penghuni neraka di atas pahamu."

Baca Juga : Kisah Islami | Wanita Pertama yang Syahidah Sumayyah binti Khayyat

Selain itu, Umar juga berpesan kepada anaknya agar menjual benda-benda yang dimiliki untuk melunasi utang-utangnya. Sebab, ia tidak ingin meninggalkan dunia dengan membawa kewajiban yang belum diselesaikan.

Umar juga berpesan kepada anggota keluarganya, "Lembut-lembutlah dalam mengafaniku karena jika Allah menakdirkan surga untukku, maka Dia akan memberikanku yang lebih baik daripada ini, Dan, jika Allah menakdirkan neraka untukku, maka Dia akan mengambil semua ini. Berlembutlah dalam menggali kuburku, karena jika Allah menakdirkan surga untukku, maka Dia akan meluaskan kuburku. Dan, jika Allah Swt menakdirkan neraka untukku, maka kubur itu akan menghimpitku."

Umar lantas berkata kepada anaknya, "Ya Abdullah, pergilah dan tanyakan kepada Aisyah, apakah ia mengizinkanku untuk di kubur di samping makam Rasulullah Saw dan Abu Bakar?"

Abdullah bin Umar pergi dan mengetuk pintu dan masuk ke rumah Aisyah. Aisyah sedang menangis. la memberikan salam padanya, kemudian bertanya, "Umar meminta untuk dikuburkan di samping Rasulullah dan Abu Bakar, apakah engkau mengizinkannya?"

Aisyah kemudian berkata "Aku sudah memesan tempat itu untuk diriku, karena Rasulullah adalah suamiku dan Abu Bakar adalah ayahku, tapi aku akan memberikannya kepada Umar."

Dalam sebuah riwayat menyebutkan, ketika Abdullah datang, Umar sedang berbaring dan ia berkata "Dudukkan aku. Setelah Umar didudukkan. Abdullah lantas berkata, "Wahai ayahku, keinginanmu di kabulkan."

Umar berkata, "Aku tidak punya keinginan apapun melebihi itu. Ketika aku meninggal dan kau membawaku untuk dikuburkan tanyakan kepada Aisyah lagi, mungkin karena statusku, ia merasa keberatan untuk memberikanku tempat itu. Tanyakan ia lagi. Dan, jika ia setuju, maka kuburkan aku di sana. Kalau tidak, maka kuburkan aku di pemakaman umat muslim."

Mendapat perintah dari ayahnya, Abdullah bin Umar pun segera bergegas ke rumah Aisyah untuk menanyakan ulang permintaan Umar. Sama seperti pernyataan pertama, Aisyah meridhai Umar dimakamkan di samping Rasulullah Saw. Oleh karenanya, Umar pun dimakamkan di tempat itu.

Lebih baru Lebih lama