Kisah Islami, Juru Bicara Rasulullah SAW, Tsabit bin Qais

Tsabit bin Qais al-Anshari dikenal sebagai pemuka Bani Khazraj yang terpandang. la lahir di Madinah dan termasuk orang yang paling ditakuti di negerinya.

Selain dikenal sebagai pemuka Bani Khazraj, Tsabit juga seorang sahabat yang cerdik, responsif, lihai dalam bertutur kata, dan mempunyai suara yang lantang. Jika ia berbicara, tidak seorang pun yang bisa mengalahkan. Khutbahnya selalu memberikan sindiran kepada orang-orang yang lalai.

Tsabit merupakan salah satu sahabat Anshar yang pertama kali masuk Islam. Selain Rasulullah Saw, orang yang paling berjasa dalam hidupnya adalah Mush'ab bin Umair. Mush'ab adalah orang yang mengajarkan agama islam kepadanya.

A. Janji Tsabit kepada Rasulullah Saw.

Tidak lama setelah Tsabit masuk kedalam agama Islam. Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah. la beserta para petinggi kota Madinah menyambutnya dengan hangat. Sebagai orang yang paling disegani di Madinah Tsabit ditugaskan untuk memberikan sambutan kepada Rasulullah Saw.

Tsabit berkhutbah di hadapan Rasulullah Saw. Di akhir khutbahnya. la menyatakan. "Kami berjanji kepadamu, ya Rasulullah, akan melindungimu seperti kami melindungi diri kami sendiri anak-anak kami dan istri-istri kami dari setiap mara bahaya yang akan menimpa. Lalu, apa yang kami dapatkan sebagai balasannya?"

Rasulullah Saw kemudian menjawab, "Surga."

Wajah Tsabit dan seluruh penduduk Madinah menjadi ceria mendapat jawaban dari Rasulullah Saw. Mereka pun berkata, "Kami rela, ya Rasulullah. Kami rela, ya Rasulullah."

Sejak hari itu, Rasulullah Saw menjadikan Tsabit sebagai juru bicaranya sebagaimana Hassan bin Tsabit menjadi penyairnya.

B. Ahli Surga

Tsabit adalah seorang laki-laki mukmin yang mempunyai Iman mendalam dan ketakwaan bersih. la sangat takut kepada Rabbnya. la sangat berhati-hati dari segala perkara yang membuat Allah Swt murka.

Suatu hari, Rasulullah Saw melihat Tsabit sangat bersedih. Kedua lututnya gemetar karena khawatir dan takut. Beliau bertanya, "Ada apa denganmu wahai Abu Muhammad?"

Tsabit kemudian menjawab, "Aku takut telah berbuat celaka, ya Rasulullah."

Rasulullah Saw lalu bertanya, "Mengapa?"

Tsabit kemudian menjawab, "Allah telah melarang kami berharap dipuji dengan sesuatu yang tidak kami lakukan, sementara aku adalah orang yang suka pujian. Allah melarang kami bersikap sombong, sedangkan aku adalah orang yang mengagumi diriku."

Rasulullah Saw berusaha menenangkan Tsabit dengan berkata, "Wahai Tsabit apakah kamu tidak rela hidup dalam keadaan terpuji mati sebagai syahid, dan masuk surga?"

Wajah Tsabit berbinar dengan berita gembira tersebut, la berkata "Ya, wahai Rasulullah. Ya, wahai Rasulullah."

Lantas, Rasulullah Saw bersabda, "Itu milikmu."

Suatu saat Allah Swt berfirman:

(QS. al-Hujurat [49]: 2)

Ayat tersebut membuat Tsabit menjauhi majelis-majelis Rasulullah Saw. Sekalipun ia sangat mencintai dan ingin mendatanginya. la tidak pernah keluar rumah kecuali saat shalat berjamaah. Rasulullah Saw pun mencari-carinya. Beliau bertanya, "Siapa yang hadir membawa beritanya kepadaku?"

Seorang laki-laki Anshar berkata, "Aku, ya Rasulullah."

Laki-laki Anshar ini pergi ke rumah Tsabit. Lelaki itu melihatnya dalam keadaan berduka, kepalanya tertunduk. Laki-laki Anshar ini pun bertanya, "Mengapa dengan dirimu wahai Abu Muhammad?"

Tsabit menjawab, "Buruk"

Laki-laki Anshar bertanya, "Apa itu?"

Tsabit kemudian menjelaskan, "Sesungguhnya, kamu mengetahui bahwa aku bersuara tinggi. Tidak jarang suaraku mengalahkan tingginya suara Rasulullah Saw. Sementara itu, ayat al Qur'an telah turun seperti yang telah kamu ketahui. Aku tidak menyangka sama sekali bahwa amalku telah batal dan aku akan menjadi penghuni neraka.

Laki-laki Anshar ini pun pamit dan menyampaikan jawaban Tsabit kepada Rasulullah Saw. Beliau berkata, "Pergilah kepadanya dan katakan, 'Kamu bukan penghuni neraka. Sebaliknya, kamu adalah penduduk surga'."

C. Ingin Mati Syahid

Sebagaimana sahabat-sahabat yang lain, Tsabit ingin selalu mendampingi Rasulullah Saw. Tak terkecual dalam medan perang, ia selalu menerjunkan dirinya. la ingin mendapatkan syahid sebagaimana yang dikatakan Rasulullah Saw.

Ketika Rasulullah Saw wafat. perjuangan Tsabit tidak berhenti. ta senantiasa menunjukkan keberanian dalam melawan orang-orang yang memusuhi agama Allah Swt Di zaman Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, keberaniannya terbukti ketika mengikuti perang melawan Musailamah.

Baca Juga : Kisah Islami | Syahid di Tiang Salib, Khubaib bin Adi

Pada saat itu, Tsabit tengah menjadi panglima pasukan di kaum Anshar.  Kemudian Salim Maula Abu Hudzaifah menjadi panglima dari orang-orang kaum Muhajirin. Sementara, panglima yang membawahi keduanya dan Arab pedalaman adalah Khalid bin al-Walid.

Dalam perang ini, pasukan Musailamah al-Kadzab unggul terhadap kaum muslimin. Mereka mampu menembus markas Khalid bin al-Walid dan hampir membunuh istrinya. Musailamah al-Kadzab berhasil merobohkan beberapa tenda kaum muslimin dan mencuri segala sesuatu yang ada di dalamnya.

Saat itu, Tsabit melihat kelemahan kaum muslimin. Hatinya sedih dan teriris. Dadanya terasa sempit saat mendengar mereka saling melemahkan. Orang kota menuduh orang pedalaman sebagai pengecut. Sebaliknya, orang pedalaman menuduh orang kota tidak becus berperang dan tidak tahu memegang senjata.

Saat itu. Tsabit bersiap-siap untuk mati ta mengambil kain kafan dan berdiri di depan khalayak sambil berkata, "Wahai kaum muslimin, tidak seperti ini kami berperang bersama Rasulullah Saw. Sangat buruk, karena kalian membiarkan musuh berani melakukan segala keinginannya. Sangat buruk, karena kalian membiasakan diri dengan bersikap pengecut di depan musuh."

Tsabit merangsek maju layaknya seekor singa yang terluka, bahu-membahu bersama para sahabat yang mulia lainnya, yaitu Al-Barra bin Malik al-Anshari, Zaid bin al Khathab, Salim Maula Abu Hudzaifah, dan orang-orang mukmin lain.

Tsabit menunjukkan kepahlawanannya dengan gagah berani. Hal ini dapat menumbuhkan semangat tempur di hati kaum muslimin dan menyumbat dada orang-orang musyrikin dengan kecemasan dan ketakutan. la terus berperang di segala arah menebaskan senjata, hingga luka-luka menghentikan aksinya yang patriotik.

Tsabit Tersungkur di medan peperangan dengan sangat tenang. la gugur sebagaimana yang telah diberitakan oleh Rasulullah Saw. la syahid dengan mewujudkan kemenangan besar bagi kaum muslimin.

Baca Juga : Kisah Islami | Keteguhan Iman, Habib bin Zaid

Dalam perang yang telah berlang ini, Tsabit memakai baju besi yang berharga. Seorang laki-laki dari kaum muslimin melewati jasadnya. Ia melepaskan baju itu dan mengambil untuk dirinya.

D. Wasiat Tsabit

Malam kedua setelah Tsabit gugur, seorang laki-laki dari kaum muslimin bermimpi bertemu dengannya. la berkata kepada laki laki itu "Aku adalah Tsabit bin Qai,s apakah kamu mengenalku?"

Lak-laki itu menjawab, "Ya."

Tsabit kemudian berkata, "Aku berwasiat kepadamu jangan berkata bahwa ini adalah mimpi agar kamu tidak menyia-nyiakannya. Ketika aku terbunuh kemarin, seorang laki-laki dari kaum muslimin yang ciri-cirinya seperti ini melewatiku. Ia mengambil baju perangku dan membawanya ke tendanya yang terletak di paling ujung dari markas kaum muslimin dari arah ini. Ia meletakkannya di bawah sebuah bejana lalu menutupinya dengan pelana. Datanglah kepada Khalid bin al-Walid, katakan kepadanya agar ia mengutus seseorang untuk mengambil baju besi itu karena la masih berada di tempatnya. Aku mewasiatkan kepadamu dengan wasiat yang lain, jangan berkata bahwa ini adalah mimpi agar kamu tidak menyia-nyiakannya. Katakan kepada Khalid. Jika engkau pulang kepada Khalifah Rasulullah Saw di Madinah maka katakan kepadanya, 'Sesungguhnya Tsabit memikul utang sekian dan sekian dan bahwa fulan dan fulan dari hamba sahayaku merdeka. Hendaknya ia membayar utangku dan membebaskan hamba sahayaku.'"

Laki-laki yang bermimpi itu terjaga. la menemui Khalid bin al-Walid dan menyampaikan mimpinya. Khalid pun mengutus seseorang untuk mengambil baju besi Tsabit dari tangan orang yang mengambilnya. Kemudian, seorang laki-laki utusan Khalid kembali dengan menenteng baju besi tersebut. Ketika Khalid pulang ke Madinah, ia menyampaikan berita dan wasiat Tsabit kepada Ash-Shiddiq, lantas kholifah pertama ini pun melaksanakan wasiat.

Wasiat seseorang dilaksanakan sesudah kematian tidak pernah ada sebelum Tsabit dan tidak akan pernah ada sesudahnya.

Sumber

  • Herry Nurdy, The Secret of Heaven (Jakarta: PT Lingkar Pena Kreativa, 2009), hlm. 80.
  • Muhammad Mustafa Azami, 65 Sekertaris Nabi (Jakarta: Gema Insani Press, 2008), hlm. 68
  • AF Rozi, Hikayat Syahid Paling Wangi (Jogjakarta: Sabil, 2014), hlm. 69-77.
  • https://quran.kemenag.go.id/
Lebih baru Lebih lama