Seputarkita.id — Apakah Anda pernah berpikir mengapa sebuah berita atau opini bisa terasa berbeda ketika sudut pandangnya diubah? Framing artinya adalah proses bagaimana suatu informasi disajikan dan dibingkai agar pembaca mendapatkan kesan tertentu.
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam teori framing adalah dasar untuk memahami bagaimana media, politik, dan komunikasi membentuk persepsi Anda. Artikel ini akan membawa Anda memahami konsep media framing dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
{getToc} $expanded={true}
Pengertian Framing dan Framing Artinya
Saat Anda membaca judul atau melihat gambar berita, sebenarnya ada proses framing yang memengaruhi cara Anda menafsirkan informasi. Bagaimana kata-kata, gambar, dan sudut pandang yang dipilih dapat membuat perbedaan besar pada pesan yang ingin disampaikan. Pada bagian ini, kita akan mengulas secara spesifik framing artinya serta mengapa konsep ini penting untuk dipahami.
Apa itu Framing? Framing adalah teknik komunikasi yang menentukan bagaimana pesan dikemas agar menonjolkan aspek tertentu dan mengecilkan aspek lain. Dengan kata lain, framing artinya adalah cara kita membentuk konteks agar audiens terarah pada interpretasi tertentu. Misalnya, sebuah media dapat memilih kata-kata yang membangkitkan rasa takut, harapan, atau skeptisisme.
Contoh Sederhana Framing Bayangkan dua judul berita tentang kebijakan pemerintah:
- Judul A: “Pemerintah Menurunkan Subsidi: Beban Hidup Masyarakat Naik”
- Judul B: “Pemerintah Restrukturisasi Anggaran untuk Pembangunan Infrastruktur”
Kedua judul tersebut membahas kebijakan yang sama, tetapi framing artinya adalah perbedaan fokus: Judul A menekankan risiko, sedangkan Judul B menekankan manfaat. Anda tentu merasa persepsinya berbeda.
Teori Framing dalam Komunikasi
Anda ingin tahu teori framing bekerja seperti apa di balik layar? Teori ini dikembangkan oleh para pakar komunikasi dan psikologi untuk menjelaskan bagaimana media membentuk realitas sosial. Mari kita telusuri elemen-elemen utama dan siapa saja tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan teori ini.
Elemen Utama Teori Framing
- Selection (Pemilihan): Proses memilih aspek informasi yang dianggap paling relevan.
- Emphasis (Penekanan): Menonjolkan kata atau gambar tertentu agar pembaca memberi perhatian khusus.
- Exclusion (Pengecualian): Mengabaikan informasi yang dianggap tidak mendukung konteks yang diinginkan.
- Elaboration (Elaborasi): Mengembangkan konteks dengan cerita, data, atau kutipan ahli.
Sebelum masuk ke detail, berikut ini adalah ringkasan elemen-elemen utama teori framing yang perlu Anda pahami:
- Pemilihan sudut pandang.
- Penekanan kata kunci.
- Pengecualian data yang kontradiktif.
- Elaborasi konteks melalui narasi.
Tokoh-Tokoh Kunci dalam Teori Framing
Beberapa peneliti yang berperan penting dalam mengembangkan teori framing adalah:
- Erving Goffman (1974): Memperkenalkan konsep frame analysis dalam sosiologi untuk melihat bagaimana orang memahami situasi sosial.
- Robert Entman (1993): Mendefinisikan framing sebagai proses memilih dan menonjolkan aspek dalam komunikasi berita.
- Maxwell McCombs dan Donald Shaw (1972): Menghubungkan framing dengan agenda-setting dan efek media.
Dengan memahami kontribusi mereka, Anda akan melihat garis besar bagaimana teori framing berkembang dari studi sosiologi hingga diterapkan dalam jurnalisme dan komunikasi modern.
Penerapan Teori Framing dalam Kehidupan Sehari-hari
Setelah memahami arti framing dan dasar-dasar teori framing, sekarang saatnya melihat bagaimana konsep ini muncul di lingkungan sekitar Anda. Baik dalam periklanan, politik, maupun media sosial, framing seringkali tersembunyi namun kuat memengaruhi keputusan Anda.
Contoh Penerapan di Media Sosial Media sosial seringkali memanfaatkan teori framing untuk:
- Meningkatkan engagement dengan judul provokatif.
- Menekankan emosi melalui visual dan teks yang dipilih.
- Mengabaikan komentar atau fakta yang bisa menurunkan klik.
Contoh Penerapan dalam Iklan Perusahaan menggunakan framing dalam iklan dengan menampilkan produk dalam konteks prestise atau kebahagiaan. Misalnya, iklan smartphone menonjolkan fitur kamera untuk membingkai konsumen sebagai “influencer” yang selalu update.
Jenis Framing dan Contoh Aplikasi
Jenis Framing | Deskripsi | Contoh |
---|---|---|
Issue-specific | Memfokuskan pada isu tertentu untuk membentuk opini publik. | Berita lingkungan: Kualitas Udara Membaik |
Episodic vs Thematic | Episodic menyoroti kasus individual; Thematic melihat konteks sosial yang lebih luas. | Episodic: Kisah seorang pasien; Thematic: Analisis sistem kesehatan |
Gain vs Loss | Menekankan keuntungan atau kerugian dari sebuah tindakan atau kebijakan. | Gain: “Hemat Energi, Hemat Biaya”; Loss: “Biaya Membengkak jika Tidak Hemat” |
Dampak Framing pada Persepsi dan Keputusan
Perubahan kecil dalam cara pandang (framing) bisa mempengaruhi bagaimana Anda menilai suatu isu. Dalam politik, framing seringkali dipakai untuk membangun citra atau mereduksi opini lawan. Mari kita bahas dampak psikologis dan sosial dari teori framing ini.
Pengaruh Psikologis
- Efek Penyederhanaan (Simplification): Framing dapat membuat informasi kompleks tampak mudah dicerna, tetapi kadang menghilangkan nuansa penting.
- Efek Konfirmasi (Confirmation Bias): Anda cenderung mencari informasi yang sesuai dengan frame yang sudah ditanamkan.
- Efek Emosi (Emotional Impact): Pilihan kata persuasif dapat menimbulkan rasa takut, harapan, atau kemarahan.
Pengaruh pada Keputusan Publik
Ketika frame yang diusung media menekankan risiko, pembaca bisa menolak suatu kebijakan meski manfaatnya signifikan. Jika Anda diberi opsi investasi:
- Frame A: “Tingkat pengembalian 95% dengan risiko minimal.”
- Frame B: “Risiko kerugian 5% pada nilai investasi Anda.”
Kedua kalimat itu menggambarkan situasi yang sama, tetapi dengan teori framing Anda bisa melihat bagaimana fokus pada persentase yang berbeda membentuk persepsi.
Cara Anda Mendeteksi Framing dalam Informasi
Penting bagi Anda untuk menjadi konsumen informasi yang kritis. Dengan menyadari framing artinya, Anda bisa lebih jeli menilai konten dan tidak terjebak pada sudut pandang tertentu. Berikut adalah langkah-langkah praktis untuk mendeteksi framing.
- Perhatikan Kata Kunci yang Digunakan: Apakah fokus pada kata yang membangkitkan emosi tertentu?
- Cek Sumber dan Konteks: Apakah ada data atau fakta yang diabaikan?
- Bandingkan dengan Sumber Lain: Membaca beberapa perspektif membuat Anda memiliki pemahaman lebih lengkap.
Kesimpulan
Sekarang Anda sudah memahami bahwa framing artinya lebih dari sekadar cara penulisan; ini adalah alat yang sangat kuat untuk membentuk persepsi dan opini publik. Teori framing adalah dasar yang membantu Anda melihat di balik kemasan sebuah informasi.
Apakah Anda pernah menyadari bagaimana media framing mempengaruhi sudut pandang Anda? Bagikan pengalaman Anda di kolom komentar dan ayo diskusikan bersama! Jika Anda menemukan situasi lain di mana framing berubah total, jangan ragu untuk menuliskannya di bawah.
Pertanyaan Yang Sering Diajukan
1. Apa perbedaan antara framing dan agenda setting?
Framing dan agenda setting sama-sama bagian dari teori komunikasi, namun terdapat perbedaan mendasar:
• Agenda Setting mengatur topik apa yang menjadi perhatian publik dengan menempatkan suatu isu di urutan depan berita.
• Framing mengatur cara penyajian isu tersebut, seperti pemilihan kata kunci, sudut pandang, atau konteks yang ditekankan.
Pada dasarnya, agenda setting mempengaruhi apa yang dibicarakan, sedangkan framing mempengaruhi bagaimana orang memandang isu itu.
2. Bagaimana media sosial menerapkan konsep framing?
Media sosial menerapkan framing melalui beberapa mekanisme:
• Algoritma Kurasi Konten: Platform seperti Facebook, Twitter, dan Instagram memilih postingan yang muncul di linimasa berdasarkan minat dan interaksi pengguna, sehingga suatu topik sering dibingkai dengan cara tertentu.
• Pilihan Judul dan Caption: Influencer atau halaman berita sering menggunakan judul provokatif agar pengguna penasaran dan mengklik, membentuk persepsi awal sebelum membaca konten lengkap.
• Penggunaan Visual: Gambar atau video yang dipilih dapat memicu emosi tertentu, misalnya menonjolkan adegan dramatis untuk menarik perhatian.
Dengan memahami framing di media sosial, Anda dapat menjadi lebih kritis terhadap konten yang muncul di feed dan tidak langsung terpengaruh narasi sepotong-sepotong.
3. Apa kelemahan utama teori framing?
Beberapa kritik dan kelemahan teori framing adalah:
1. Subjektivitas Peneliti: Peneliti media mungkin memiliki bias dalam menentukan apa yang dianggap “frame” dan menafsirkan data sesuai preferensi mereka.
2. Kesulitan Mengukur Efek Langsung: Sulit membuktikan secara kuantitatif seberapa besar dampak framing terhadap sikap individu, karena faktor lain (misalnya latar belakang budaya) juga berperan.
3. Variasi Konteks Budaya: Frame yang efektif di satu budaya belum tentu berlaku di budaya lain; hasil penelitian framing di Amerika Serikat misalnya, belum tentu sama ketika diterapkan di Indonesia.
Meski demikian, teori framing tetap berguna untuk memahami bagaimana media memengaruhi persepsi, asalkan dijalankan dengan metode yang transparan dan beragam sumber.
4. Bagaimana sejarah perkembangan teori framing di Indonesia?
Sejarah teori framing di Indonesia dapat diringkas sebagai berikut:
• Awal 1990-an: Penelitian framing mulai dikenal melalui terjemahan karya Erving Goffman dan Robert Entman, meskipun masih terbatas di kalangan akademisi komunikasi.
• Akhir 1990-an – 2000-an: Muncul studi kasus media cetak dan televisi Indonesia yang meneliti cara pemberitaan politik pasca-Reformasi, misalnya framing media massa pada Pemilu 1999 dan 2004.
• 2010-an: Perkembangan pesat media daring dan media sosial memicu penelitian framing yang lebih luas, termasuk fokus pada hoaks dan framing dalam kampanye politik daring.
Keseluruhan sejarah ini menunjukkan bahwa teori framing di Indonesia terus beradaptasi sesuai perkembangan teknologi dan dinamika sosial-politik.
5. Apa contoh penerapan framing dalam kampanye politik di Indonesia?
Contoh framing dalam kampanye politik di Indonesia:
• Pemilihan Isu Ekonomi: Saat kampanye, timses dapat menekankan “kemiskinan meningkat” atau “lapangan kerja bertambah” tergantung pesan yang ingin dibangun—meski data sebenarnya bisa lebih kompleks.
• Penggunaan Narasi Religius: Framing isu agama sering digunakan untuk menarik simpati sebagian pemilih—misalnya menekankan nilai moral dan keimanan tertentu sebagai tolok ukur calon.
• Framing Latar Belakang Sosial-Budaya: Kandidat yang berasal dari daerah tertentu bisa dibingkai sebagai “pembawa perubahan” untuk wilayahnya, sementara lawan bisa dibingkai sebagai “elit Jakarta” agar menimbulkan perbedaan identitas.
Dengan menyadari cara framing ini, Anda bisa lebih kritis saat menilai berita politik dan tidak ikut terbawa arus narasi sepihak.