Kisah Islami, Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib merupakan sepupu Rasulullah Saw. Ali lahir di Makkah pada tanggal 13 Rajab. Golongan Sunni berpandangan bahwa ia adalah khalifah terakhir dalam kekhalifahan Khulafaur Rasyidin. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Nama aslinya adalah Haidar bin Abi Thalib. Namun, Rasulullah Saw tidak menyukai dan memanggil dengan Ali yang berarti memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah Swt.

Saat Rasulullah Saw diangkat sebagal utusan Allah Swt. Ali berusia 10 tahun. Meskipun usianya masih belia. la mempercayai dan menjadi orang pertama yang masuk Islam dari golongan anak-anak. Pada masa remaja, la menghabiskan waktunya untuk belajar kepada Rasulullah Saw. Karenanya, ia menjadi pemuda yang sangat cerdas. Beliau menjelaskan, "Aku (Rasulullah Saw) adalah kotanya ilmu sedangkan Ali adalah pintu masuknya."

Baca Juga : Kisah Islami, Manusia Yang Dirindukan Surga Ammar bin Yasir

Saat menyebarkan Islam di Makkah, Rasulullah Saw mendapat tantangan dari petinggi Quraisy. Atas dasar inilah, beliau memutuskan untuk berhijrah ke Madinah. Saat beliau berangkat hijrah, Ali yang menggantikannya di tempat tidur. Dengan itu, kaum Quraisy yang berniat membunuh Rasulullah Saw tertipu. Setelah beliau hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan dengan putri yang paling disayangi Rasulullah Saw, Fatimah az-Zahra.

Ali tidak hanya dikenal dengan kecerdasannya namun juga dikenal sebagai tentara muslim yang gagah berani. Dengan pedangnya, ia telah membawa banyak kemenangan, seperti Perang Badar, Khandaq, dan Khaibar.

A. Menjadi Khalifah

Setelah Rasulullah Saw wafat, timbullah perselisihan tentang sosok yang akan diangkat menjadi khalifah. Kaum Syi'ah (pendukung kekhalifahan Ali) percaya bahwa Ali bin Abi Thalib adalah satu-satunya sahabat yang disiapkan nabi untuk menggantikannya sebagai pemimpin kaum muslimin. Tetapi, karena Ali bin Abi Thalib masih terlalu muda untuk menjadi khalifah maka saat itu Abu Bakarlah yang ditunjuk untuk menjadi khalifah pertama.

Setelah Khalifah Utsman bin Affan wafat, keadaan politik Islam menjadi kacau. Atas dasar inilah, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak Ali bin Abi Thalib agar segera menjadi khalifah. Ali dibaiat menjadi khalifah oleh kaum muslimin. Namun, kegentingan politik membuatnya harus memikul tugas berat yang harus diselesaikan

Selama enam tahun menjadi khalifah. Ali bin Abi Thalib menghadapi berbagai macam pergolakan. Pada masa kekhalifahannya, ia tidak pernah merasa tenang sedetik pun. Pada masa itu, berbagai macam pemberontakan terhadap keputusan-keputusan yang telah dilakukan oleh Khalifah Utsman terjadi lagi.

Melihat keadaan yang begitu rumit, Ali pun memecat sebagian besar pejabat yang di angkat oleh Utsman. la merasa bahwa hal utama yang mendasari pemberontakan adalah karena keteledoran para pejabat itu. la juga mengambil kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk. Terakhir, ia memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah ditetapkan Umar.

Setelah Ali memecat para gubernur dan menggantinya dengan orang yang lebih kompeten, masalah tidak serta merta selesai. Setelah pemberontakan terhadap kebijakan Khalifah Utsman diselesaikan muncullah orang-orang yang membela Utsman untuk melakukan pemberontakan.

Orang yang melakukan pemberontakan antara lain Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan pemberontakan ini adalah Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman. Aisyah dan para kaum muslimin menuntut keadilan karena kekhalifahan Utsman digulingkan secara zalim.

Sebagai khalifah yang peduli kepada rakyat, Ali tidak menginginkan terjadinya perang antara kaum muslimin, la mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya berunding, menyelesaikan perkara secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, perpecahan kaum muslimin pun berkobar. Terjadilah Perang Jamal (Unta). Saat itu, Aisyah menunggang unta dalam pertempuran.

Dalam Perang Jamal, Ali berhasil mengalahkan lawan nya, Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak pergi dari pertempuran. Sedangkan, Aisyah ditahan dan dipulangkan ke Madinah.

 Baca Juga : Kisah Islami, Zubair bin Awwam

Dalam menjalankan roda pemerintahan. Ali menggunakan sistem pemerintahan sebagaimana khalifah sebelumnya. Dalam mengangkat seorang pemimpin ja memberikan wewenang dan kekuasaan atas wilayah yang dipimpinnya. Seorang memiliki kewenangan penuh untuk mengelola wilayah yang dikuasainya. Namun, khalifah tetap melakukan pengawasan terhadap kinerja pemimpin tersebut Khalifah senantiasa mengajak pegawainya untuk hidup zuhud, hemat, dan sederhana. la sangat memperhatikan belas kasih terhadap kehidupan rakyat. Selain itu, ia juga konsisten terhadap kepentingan masyarakat secara umum.

B. Pemberontakan yang Berakhir Maut

Perang Jamal telah usai dan dimenangkan oleh golongan Ali, namun perselisihan yang terjadi di masa kekhalifahan ini belum selesai. Setelah peperangan ini masalah besar yang lain adalah menghadapi kaum Khawarij dan Syiah pasca-Perang Shiffin. 

Sebaliknya, golongan kedua, Syiah Memberi Tanggapan bahwa tidak menutup kemungkinan kepemimpinan Mu'awiyah bertindak salah. Selain itu, golongan Syi'ah beranggapan bahwa hanya Allah satu-satunya yang berhak menjadi Khalifah. Mengingat perdebatan ini tidak ada titik temunya, perundingan Daumatul Jandal pun gagal sehingga perdamaian tidak terwujud.

Setelah Perjanjian Daumatul Jandal gagal terwujud, kaum Khawarij tidak percaya lagi kepada pemimpin Islam. Mereka berpendapat bahwa kekacauan yang terjadi dalam agama Islam ditengarai oleh tiga pemimpin umat Islam, yaitu Ali, Mu'awiyah, dan Amr.

Setelah melakukan musyawarah dengan kelompoknya, kaum Khawarij membulatkan tekadnya. Hanya ada satu cara untuk menyatukan umat Islam, yaitu membunuh ketiga pemimpin tersebut. Dari musyawarah tersebut mereka memutuskan bahwa Abdurrahman bin Muljam membunuh Ali, Barak bin Abdullah at-Tamimi membunuh Mu'awiyah, dan Amr bin Bakr at Tamimi membunuh Amr.

Mereka bersumpah akan melaksanakan pembunuhan pada tanggal 17 Ramadhan 40 H atau 24 Januari 661 M di waktu Subuh. Dari ketiganya, hanya Ibnu Muljam yang berhasil melaksanakan rencana, ia membunuh Ali ketika sedang shalat Subuh di Masjid Kufah. Tetapi, Ibnu Muljam pun tertangkap dan juga dibunuh.

Ketika Muawiyah sedang shalat Subuh di Masjid Damaskus, Barak menikam dan mengenai punggungnya. Sedang Amr bin Bakr berhasil membunuh wakil Imam Amr bin Ash ketika ia sedang shalat Subuh di Masjid Fusthat Mesir. Amr sendiri tidak mengimami shalat, ia sedang sakit perut di rumah kediamannya sehingga selamat.

Lebih baru Lebih lama