Kisah Islami, Abdullah bin Jahsy

Sumber : Pendidikan Integral Hidayatullah
Abdullah bin Jahsy al-Asadi adalah sepupu Rasulullah Saw. la merupakan sahabat yang pertama masuk kedalam agama Islam. la memeluk agama Islam sebelum Rasulullah Saw berdakwah di rumah Arqam.

Abdullah pernah hijrah ke Habasyah untuk menghindan siksaan orang-orang kafir Quraisy. Meskipun demikian, la kembali ke Makkah karena tidak sanggup berpisah lama dengan Rasulullah Saw. Ketika perintah hijrah ke Madinah datang, ia beserta seluruh anggota keluarganya segera mematuhi, la meninggalkan rumah dan segala perlengkapannya.

A. Melanggar Perintah Rasulullah Saw.

Pada bulan Rajab tahun 2 Hijriah, Abdullah memimpin 12 orang sahabat (pada riwayat lain, 8 sahabat) yang diperintahkan Rasulullah Saw menuju suatu tempat. la menerima surat rahasia yang boleh dibuka setelah dua hari perjalanan. Setelah dua hari, la kemudian membuka surat tersebut.

Surat tersebut berisi perintah Rasulullah Saw kepada Abdullah dan pasukannya untuk menuju ke Nakhlah. Dalam suratnya, beliau memerintahkannya menyelidiki gerak-gerik kafilah dagang kaum Quraisy.

Di Nakhlah, Abdulah dan rombongan melihat kafilah dagang kaum kafir Quraisy sebagaimana disebutkan Rasulullah Saw, la bermusyawarah dengan pasukannya mengenai tindakan yang harus dilakukan. Saat itu merupakan akhir Bulan Rajab, bulan haram yang dilarang berperang. Sementara malam harinya, sudah masuk bulan Sya'ban dan diperbolehkan berperang. Namun, apabila malam tiba kafilah tersebut sudah sampai ke tanah suci yang juga diharamkan untuk berperang.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, Abdullah memutuskan untuk menyerang kafilah tersebut. Satu orang Quraisy pun tewas dua orang tertawan, dan sisanya melarikan diri. Dengan membawa tawanan dan ghanimah (harta rampasan perang), Abdullah dan pasukannya pun kemudian pulang ke Madinah.

Saat Telah tiba di Kota Madinah, Rasulullah Saw tidak sependapat dengan keputusan yang telah di ambil Abdullah. Beliau menegaskan bahwa dirinya tidak memerintahkan Abdullah dan rombongan berperang di bulan haram. Beliau menolak menerima tawanan dan ghanimah  yang telah Abdullah bawa.

Abdullah dan pasukan merasa sangat malu kepada Rasulullah Saw. Baginya, dunia terasa sempit dan menyesakkan dada. Dan, hal ini dimanfaatkan oleh orang orang Quraisy untuk melontarkan tuduhan dan fitnah bahwa Rasulullah Saw menghalalkan bulan haram untuk membunuh dan menawan orang serta merampas harta bendanya. Dalam hal ini, Allah Swt berfirman dalam Qs. al-Baqarah [2]: 217 :


Ayat tersebut secara tidak langsung membenarkan tindakan Abdullah bin Jahsy, yakni mengecualikan. Sebelumnya, kaum kafir Quraisy telah melakukan tindakan yang jauh lebih besar dosanya, yaitu mengusir penduduk (muslim) dari Tanah Haram, Makkah.

Dengan turunnya ayat tersebut, Rasulullah Saw sangat gembira dan ridha dengan tindakan Abdullah. Beliau pun menerima tawanan dan ghanimah yang telah dibawanya. Selanjutnya, beliau membagikan ghanimah kepada yang berhak.

Peristiwa tersebut merupakan babak baru yang menunjukkan kekuatan dari orang-orang Islam. Sebaliknya, orang orang kafir Quraisy mulai dirasuki ketakutan. Orang-orang yang dahulu telah disiksa dan dimusuhi, bahkan diusir dari tanah kelahirannya, sekarang menjadi penghalang jalur perdagangannya ke Syam. Apalagi di bulan Sya'ban itu, Allah Swt menurunkan surat al-Baqarah [2] ayat 190-193 yang mewajibkan orang-orang Islam berperang melawan orang-orang yang memerangi dan menghalangi mereka dari jalan kebenaran.

B. Berdoa untuk Terakhir Kali

Dalam perang Uhud, Abdullah bertemu dengan sahabatnya, Saad bin Abi Waqqash untuk mengajaknya berdoa bergantian dan saling mengamini. Kemudian, Sa'ad pun menyetujui usulan dari sahabatnya ini. Keduanya pun menuju ke suatu tempat yang agak jauh dari yang lain dan mulai berdoa.

Sa'ad memperoleh giliran pertama, la pun berdoa. "Ya Allah, saat aku berada di tengah pertempuran esok hari, limpahkan kasih sayang-Mu. Ya Allah hadapkanlah aku dengan musuh yang kuat dan garang. Biarkanlah la menyerangku sekuat tenaganya dan aku akan menghadangnya sekuat tenagaku. Setelah itu, ya Allah, izinkanlah aku memperoleh kemenangan dan membunuhnya karena-Mu. Dan, biarkanlah aku memperoleh ghanimah atas limpahan karunia-Mu." Abdullah pun mengamini doa ini.


Selanjutnya, Abdullah berdoa. "Ya Allah, ya Tuhanku Dalam pertempuran esok hani, hadapkanlah aku dengan musuh yang paling kuat. Biarkanlah ia menyerangku dengan kemarahan membara, dan berilah aku keberanian untuk menghadangnya dengan segala kekuatan yang ada padaku. Kemudian, ya Allah, biarkanlah musuhku itu membunuhku. Dan, biarkanlah musuhku itu memotong hidung dan telingaku sehingga pada hari kiamat kelak, saat aku berdiri di hadapan-Mu untuk diadili, Engkau akan bertanya, "Wahai Abdullah, mengapa hidung dan telingamu terpotong?" Maka, aku akan menjawab, "Hidung dan telinga saya telah terpotong karena berjuang di Jalan-Mu dan jalan Rasul-Mu." Maka, Engkau akan berkata, "Benar, semuanya terpotong karena berjuang di jalan-Ku." Ya Allah, kabulkanlah doaku ini." Sa'ad pun mengamini.

Esok harinya, pertempuran berlangsung sengit. Doa keduanya dikabulkan oleh Allah Swt. Sa'ad memperoleh kemenangan dan ghanimah yang banyak. Sedangkan, Abdullah menemui syahidnya dengan hidung dan telinga terpotong. Tubuhnya tercincang seperti jasad pamannya, Hamzah bin Abdul Muthalib. Melihat keadaannya ini, Sa'ad berkata, "Doa Ibnu Jahsy lebih mulia daripada doaku."
Lebih baru Lebih lama